Header Ads

Niagahoster

WS073 - Guci Setan

Lereng gunung Merbabu di satu malam buta tanpa bulan tanpa bintang. Udara dingin bukan kepalang. Kegelapan menghitam di mana-mana. Di beberapa tempat bahkan sulit ditembus pandangan mata. Di kejauhan lapat-lapat terdengar suara lolongan anjing. Ketika angin malam bertiup segala sesuatunya laksana membeku dalam dingin yang luar biasa.

Serial Wiro Sableng

Sekali terdengar lolongan anjing di kejauhan. Tiba-tiba di selatan lereng gunung kelihatan ada nyala api bergerak cepat sekali menuju ke timur. Bersamaan dengan itu terdengar suara menderu tak berkeputusan seperti ada sesuatu yang menggerus menjalar perut gunung.

Dalam kegelapan yang kini mendapat cahaya terang dari nyala api ternyata ada empat sosok tinggi besar bergerak menuju ke timur. Sosok pertama adalah seorang laki-laki berpakaian serba hitam. Bajunya tidak berkancing. Dadanya kelihatan penuh ditumbuhi bulu lebat. Bulu ini juga tampak di sepanjang kedua lengan dan kakinya. Tampangnya yang sangar dan buas hampir tertutup oleh rambut gondrong awut-awutan. Kumis lebat riap-riapan menjuntai bibir serta berewok cambang bawuk yang meranggas liar. Sepasang matanya kelihatan merah dan berkilat-kilat oleh nyala api. Sebenarnya orang ini belum mencapai usia empat puluhan namun keadaan dirinya yang seperti itu membuat dia seperti sudah berumur hampir setengah abad.

Ada beberapa keanehan yang membuat orang bergidik pada manusia satu ini, yang berlari di sebelah depan. Di bahu kirinya dia memanggul sesosok tubuh perempuan yang sudah tidak bernafas lagi alias sudah jadi mayat sejak dua minggu lalu. Mayat ini tidak sampai rusak atau membusuk karena sebelumnya telah disiram dengan sejsnis obat pengawet. Mayat yang didukung dan dibawanya berlari itu adalah mayat seorang perempuan muda berwajah cantik. Namun sepasang matanya yang membeliak menghapus kecantikannya dan kini kelihatan sangat menyeramkan dengan rambut panjang riap-riapan. Apalagi pada lehernya terlihat sebuah luka dalam melintang.

Lelaki tinggi besar ini ternyata buntung kaki kirinya. Kaki yang buntung itu disambung dengan sebatang besi. Pada batangan besi sebelah bawah terdapat sebuah roda bergerigi. Dengan roda gerigi inilah dia meluncur di sepanjang lereng gunung dalam kecepatan sungguh luar biasa hingga tiga orang di belakangnya sering-sering tertinggal jauh.

Dalam pelukan tangan kanannya orang berpakaian serba hitam ini membawa sebuah guci yang bagian luarnya berukir wajah-wajah setan seram, berselang seling dengan gambar tengkorak manusia. Dari dalam guci keluar kepulan asap putih serta lidah api. Nyala api inilah yang terlihat di kejauhan, menerangi tempat-tempat yang dilalui dan terutama sekali menerangi tampang seram orang itu.

Di sebelah belakang lelaki yang memanggul mayat perempuan dan membawa guci berapi berlari cepat tiga orang berpakaian serba merah. Tampang masing-masing tak kalah seram dan buas. Yang satu memiliki wajah berwarna hitam. Satunya lagi bertampang hijau, sedang yang ketiga bermuka biru gelap. Masing-masing mereka memanggul sebuah pikulan di bahu kanan. Pada ujung pikulan di atas bahu tergantung sebuah keranjang yang terbuat dari rotan.

"Ramada!" seru salah satu dari ketiga lelaki yang berlari di belakang dan berwajah hitam pada orang yang membawa mayat dan guci. "Kita sudah berlari serasa seabad. Kuharap saja kita tidak pergi kea rah yang salah!"

"Betul sekali Ramada!" ikut membuka mulut lelkai bermuka hijau. "Kalau sampai tersesat di gunung ini, celakalah kita!"

"Tenggorokanku sudah kering. Nafasku seperti mau keluar dari ubun-ubun. Apakah kita tidak bisa berhenti barang sebentar?" berkata lelaki berpakaian merah ketiga yaitu yang mukanya berwana biru gelap. Sepertinya orang yang di sebelah depan tidak akan menjawab. Namun sesaat kemudian terdengar suaranya keras dan membuat tiga orang di belakangnya menjadi terdiam kecut.

"Kalian bertiga kurcaci-kurcaci tolol! Dengar baik-baik apa yang akan kukatakan! Aku Ramada tidak akan tersessat di gunung ini. Aku tahu setiap sudut gunung Merbabu ini seperti aku mengenali kedua telapak tanganku! Siapa di antara kalian yang merasa haus atau lapar, minum saja air kencingmu sambil berlari. Makan kotoranmu sambil berlari!"

Tiga lelaki berpakai merah jadi terbungkam kecut.

"Aku ingin mendengar jawaban kalian!" Orang bernama Ramada berteriak.

"Maafkan kami Ramada!" kata ketiga orang itu berbarengan.

Ramada meludah ke tanah. Dia terus meluncur di atas roda besinya. Tiga orang anak buahnya itu mengikuti tanpa ada yang berani lagi membuka mulut.

Berlari sekitar sepenanakan nasi, di sebelah depan kelihatan kedip-kedip nyala api kecil. Ramada segera melihat nyala api itu. Begitu juga tiga orang di belakangnya. Mereka berlari lebih kencang menuju nyala api itu. Ketika didekati ternyata adalah nyala sebuah obor kecil yang berkalp kelip pertanda minyaknya hampir habis. Obor ini tergantung pada sebuah tiang besi sebuah bangunan beratap seng yang sekelilingnya dibatasi dengan pagar besi setinggi tubuh manusia dan pintunya digembok sampai tiga buah. Di bawah atap seng itu berjuntai banyak sekali sarang laba-laba. Ada enam ekor laba-laba besar kelihtan mendekam dalam dinginnya udara malam.

Bastian Tito


Powered by Blogger.