Header Ads

Niagahoster

Tersesat Di Rawa Onom

Rancah 1907...

Warga Rancah bersuka-cita manakala Raden Bratanagara pindah dari Krangkeng, Indramayu ke Rancah. Mereka bersuka-cita lantaran bangsawan ini dikenal sebagai bangsawan yang jujur, cerdik dan amat menyayangi rakyat kecil. Raden Bratanagara pun sama suka-citanya. Bagaimana tak begitu, sebab beliau kini kembali ke kampung halaman, setelah lama mengembara di negeri orang. Kata peribahasa Sunda, lir kebo mulih pakandangan, nya muncang labuh ka puhu. Burung bangau kembali ke sarang.

Tersesat Di Rawa Onom

Yang membikin beliau senang, juga karena jabatannya naik. Semula sebagai Asisten Wedana. Manakala dipindah tugaskan ke Rancah, beliau diangkat sebagai Wedana Rancah. Raden Bratanagara adalah pejabat yang mengerti ilmu pertanahan kala itu. Ketika menjabat sebagai Camat Krangkeng, banyak melakukan jasa bagi pemerintah, di antaranya mengeringkan tanah rawa seluas 700 hektar dan dijadikannya sebagai persawahan subur. Karena kecakapannya ini, maka tak heran reputasinya terus meningkat. Dan kini beliau menjadi Wedana Rancah dengan tugas yang sama seperti di Krangkeng dulu. Raden Bratanagara diuji kepandaiannya dan keberaniannya untuk mengeringkan Rawa Onom. Mengapa perlu keberanian, sebab penduduk Rancah mengenal betul akan Rawa Onom, sebuah areal rawa berhutan, bukan saja banyak binatang buas dan berbisa namun juga angker, banyak dihuni makhluk gaib. Orang Rancah menyebutnya sebagai onom, sebangsa makhluk halus yang kerap tampil di muka umum. Tak pernah mengganggu kecuali diganggu. Apakah usaha mengeringkan rawa untuk keperluan pertanian akan mengganggu kedamaian "penduduk" di alam sana?

-=oOo=-

Pagi hari amat cerah. Sulendra, seorang pemuda usia 20 tahun tengah sibuk membereskan busur dan anak panah milik majikannya. Dengan amat gairah, Lendra, demikian panggilan akrabnya secara teliti dan telaten memeriksa anak panah demi anak panah. Yang ujungnya sudah karatan, dia bersihkan hingga mengkilap. Demikian pula yang sudah terlihat tumpul, dia tajamkan lagi.

"Selain pandai memanah, Bendara pun senang menggunakan tombak dan cikrak, Lendra," tutur Mang Sajum, lelaki setengah baya yang memperhatikan di sampingnya

"Ya, ya..., saya pernah melihat beliau melempar tombak dengan jitunya di hutan-hutan Kecamatan Krangkeng sana," tutur Lendra senyum.

"Ouw, jadi manakala di Krangkeng pun Bendara suka berburu juga, Lendra?"

Lendra mengangguk mengiyakan. "Tapi kata Bendara, berburu menjangan lebih asyik di wilayah Rancah sebab hutannya lebih lebat dan jenis binatangnya lebih banyak," tutur Lendra teringat ucapan majikannya.

"Betul itu. Tapi harus hati-hati, Rawa Lakbok itu ada penguasanya. Itu masuk ke wilayah Kerajaan Pulo Majeti. Kita jangan sembarangan bertindak-laku di wilayah mereka," kata Mang Sajum.

"Pulo Majeti itu tempat apa?" tanya Lendra sambil lalu sebab dia tengah membereskan berbagai peralatan berburu.

Mang Sajum hanya tersenyum kecil. Untuk beberapa lama dia tak menjawab pertanyaan, kecuali ikut membantu membereskan alat berburu. Kebetulan Jang Dayat yang mau cerita. Kata anak muda yang selalu memakai ketu (ikat kepala) warna hitam itu, Pulo Majeti merupakan sebuah gugusan pulau kecil yang berada di tengah-tengah wilayah rawa.

"Ow, saya kira tempat aneh. Di Indramayu pun tempat kayak gitu banyak sih" kata Lendra sambil memberikan contoh, betapa banyaknya tanah rawa di sisi-sisi Sungai Cimanuk. "Sungai Cimanuk kan saban taun selalu banjir dan airnya kerap menggenangi persawahan. Dengan demikian, disana banyak didapat tanah berawa, " tutur Lendra.

Mang Sajum tadinya mau menyela tapi diurungkannya niat itu. Namun tak begitu dengan Jang Dayat. Sebagai anak muda barangkali dia punya kesombongan untuk mengatakan sesuatu yang istimewa pada kampung halamannya.

"Pulo Majeti itu dihuni bangsa onom, tau?" bentaknya.

"Sssttt...!!!" Mang Sajum terkejut dan segera memberi tanda dengan menempelkan telunjuk di depan bibirnya.

"Onom itu apa?"

"Sssttt...!!!" untuk kedua kalinya Mang Sajum memberi tanda agar anak muda itu jangan banyak tanya.

"Aneh..." gerutu Lendra. Lantas dia tekun lagi dengan pekerjaannya.

Aan Merdeka Permana


Powered by Blogger.