Header Ads

Niagahoster

WS056 - Ratu Mesum Bukit Kemukus

Desa Kenconowengi yang malam itu sebelumnya tenggelam dalam udara sejuk dan kesunyisenyapan mendadak saja berubah menjadi hingar bingar. Di sebelah utara tampak kobaran api membakar dua buah rumah. Di sebelah timur terdengar pekik jerit orang-orang yang ketakutan. Lalu ada suara derap kaki kuda. Terdengar suara kentongan bersahutan beberapa kali lalu senyap. Di jurusan lain terdengar teriakan-teriakan orang sambil berlarian bercampur aduk dengan jerit tangis anak-anak dan orang-orang perempuan.

Serial Wiro Sableng

"Lari...! Lari...! Gerombolan Warok Ijo menyerbu! Selamatkan diri ke lembah! Lari...!"

Derap kaki kuda datang menyerbu. Dua bilah golok panjang berkelebat. Dua orang penduduk yang barusan berteriak roboh ke tanah. Darah muncrat dari tubuh keduanya. Yang pertama langsung meregang nyawa dangan leher hampir putus. Kawannya yang terkapar di sebelahnya, sesaat masih tampak menggeliat sambil pegangi dadanya yang robek besar, lalu diam tak berkutik lagi tanda nyawanya pun sudah putus.

Gender Kumboro, kepala desa Kenconowengi yang tengah terbaring sakit diserang demam panas, dengan susah payah turun dari ranjang ketika dua orang petugas desa masuk memberi tahu apa yang terjadi.

"Gerombolan ganas itu...," berucap Gender Kumboro sambil bersandar ke dinding. "Sudah lama aku mendengar sepak terjang biadab mereka. Ternyata akhirnya meraka datang juga mengganas di desa kita ini."

Dengan terhuyung-huyung, kepala desa yang hidup sendirian tanpa anak sejak istrinya meninggal dua puluh tahun lalu itu melangkah mengambil parang yang tergantung di dinding kamar, lalu melangkah keluar.

"Kepala desa! Apa yang hendak kau lakukan?" bertanya salah seorang anak buahnya.

Tanpa berpaling Gender Kumboro menjawab, "Kalian berdua bantu penduduk mengungsi! Selamatkan anak-anak dan orang-orang perempuan. Aku akan menghadang gerombolan biadab itu!"

"Jangan lakukan itu! Mereka berjumlah lebih dari sepuluh orang. Tiga orang petugas desa sudah mereka bunuh. Dan kau sedang sakit pula."

Gender Kumboro terus melangkah ke pintu seraya berkata, "Aku merasa lebih baik mati di tangan gerombolan itu dari pada mati karena sakit di atas tempat tidur."

Walaupun saat itu tubuhnya terasa panas, tapi kepala desa ini mendadak merasakan ada satu kekuatan di dalam dirinya yang memberinya semangat untuk melakukan niatnya.

Dua orang petugas desa tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka lari ke arah barisan penduduk yang tengah mengungsi menuju lembah, sementara beberapa buah rumah lagi tampak dibakar oleh gerombolan penjahat Warok Ijo. Di satu kelokan jalan, Gender Kumboro berpapasan dengan dua orang penunggang kuda berpakaian dan bertutup kepala serba hitam. Mereka tampak membawa buntalan besar berisi harta benda hasil rampokan.

"Ini dua diantara bangsat-bangsat durjana itu...," kata Gender Kumboro menggeram. Cepat dia menyelinap di balik serumpunan pohon bambu di tepi jalan. Ketika penunggang kuda pertama lewat, Gender Kumboro serta merta membabatkan parangnya.

Terdengar jeritan keras si penunggang kuda ketika parang merobek perutnya. Tubuhnya terpelanting ke kiri lalu jatuh ke tanah. Kuda tunggangannya meringkik keras dan menghambur kabur dalam kegelapan malam. Penunggang kuda kedua tersentak kaget dan hentikan kudanya. Tangan kanannya segera menghunus golok lalu sambil membentak dia melompat ke tanah.

"Bangsat dari mana yang berani membokong anak buah Warok I..."

Belum selesai ucapannya itu, sebuah parang berkelebat di depan kepalanya. Anggota gerombolan Warok Ijo ini angkat tangan kanan, menangkis dengan goloknya.

"Trang...!

Dua senjata beradu dalam kegelapan malam. Gender Kumboro merasakan tangannya pedas kesemutan. Gagang parang hampir terlepas dari gengggamannya. Cepat- cepat kepala desa ini mengatur kedua kakinya agar tidak terhuyung limbung. Justru saat itu orang berpakaian serba hitam di depannya keluarkan suara memaki dan menusukkan senjatanya ke arah perut Gender Kumboro. Orang tua yang dalam keadaan sakit panas ini melompat ke kiri. Dia berhasil mengelakkan tusukan lawan lalu secepat kilat membacok ke arah leher anggota gerombolan itu. Akan tetapi lawannya bertindak lebih cepat lagi. Begitu tusukannya luput, goloknya dibabatkan membalik, langsung membacok ke arah barisan tulang iga kanan Gender Kumboro.

Kepala desa itu menjerit. Tubuhnya di sebelah kanan luka besar. Dua tulang iganya nyaris putus. Parangnya tercampak ke tanah. Dia sendiri langsung roboh.

Menyangka orang sudah mati, gerombolan rampok itu melompat ke punggung kudanya kembali dan tinggalkan tempat itu tanpa mempedulikan kawannya yang tergeletak dekat rumpun bambu dalam keadaan sekarat. Gender Kumboro kumpulkan sisa-sisa tenaganya yang ada dan dengan susah payah dia berusaha berdiri. Sesaat dia tertegak nanar sambil berpegangan pada batang bambu. Lalu dengan darah masih mengucur dari lukanya, kepala desa ini melangkah tertatih-tatih. Belum jauh dia melangkah sosok tubuhnya yang kehabisan darah dan tenaga itu jatuh tergelimpang. Di saat yang sama seorang penduduk yang tengah berlari melewati tempat itu dan mengenali kepala desanya, segera mendatangi untuk memberikan pertolongan. Tapi Gender Kumboro yang sadar bahwa nyawanya tak akan lama segera berkata terputus-putus.

Powered by Blogger.