Header Ads

Niagahoster

WS043 - Dewi Lembah Bangkai

Lima prajurit berkuda berderap memasuki halaman rumah yang penuh ditumbuhi pohon singkong. Mereka memiliki tampang-tampang galak, membekal golok besar di pinggang masing-masing. Begitu sampai di depan rumah papan beratap rumbia, kelimanya langsung melompat turun. Yang didepan sekali menendang pintu rumah sambil berteriak, "Adi Sara! Kami prajurit kadipaten datang membawa surat perintah penangkapan!"

Serial Wiro Sableng

Pintu rumah terpental tanggal. Prajurit yang menendang langsung masuk diikuti dua orang temannya. Dua lagi menunggu di luar berjaga-jaga dengan tangan menekan hulu golok.

Di dalam rumah, ketika dikejauhan terdengar derap kaki lima prajurit kadipaten itu, seorang lelaki tua berambut putih memegang bahu seorang pemuda berusia dua puluh tahun seraya berkata, "Anakku Adi! Mimpiku semalam mungkin akan menjadi kenyataan. Aku dengar suara derap kaki-kaki kuda dikejauhan menuju ke rumah kita ini. Hampir pasti itu adalah orang-orang kadipaten. Aku tidak menyesali perbuatanmu bercinta dengan puteri adipati itu. Namun jurang antara dirimu dengan dirinya terlalu besar. Kalaupun kau bisa melompatinya, masih ada bahaya lain yang menghadang di tepi jurang lainnya. Dan ternyata kau tidak mampu melompati jurang itu, anakku. Aku ayahmu juga tidak berkekuatan untuk menolongmu. Adipati pasti akan menyuruh anak-anak buahnya untuk menangkapmu."

"Menangkapku ayah? Apa salahku? Apakah seseorang bisa ditangkap karena mencinta dan dicintai oleh orang lain?" Adi Sara, pemuda berwajah tampan itu bertanya.

Sang ayah tertawa, tapi wajahnya menunjukkan kemuraman. "Adipati bisa mempergunakan seribu alasan untuk menangkapmu, Adi. Bisa atau tidaknya seseorang ditangkap tergantung siapa yang memegang kekuasaan. Dan kekuasaan itu ada di tangan Adipati Sawung Glingging. Cepat kau tinggalkan rumah ini! Tinggalkan desa! Menghilanglah! Tinggalkan desa dan jangan kembali-kembali lagi!"

"Aku tidak akan melakukan hal itu ayah! Kalaupun aku harus pergi, kita musti pergi sama-sama!" jawab Adi Sara.

"Jangan turutkan pikiran tololmu anakku! Pergilah! Sekarang juga! Selamatkan dirimu! Cepat...!"

Wajah Adi Sara tampak bimbang. Dia tahu bahaya besar yang mengancamnya. Lalu dia bertanya, "Bagaimana dengan dirimu sendiri ayah?"

"Jangan pikirkan tua bangka ini! Pergi lekas! Sambangi makam ibumu sebelum meninggalkan desa! Lekas, Adi!"

Di luar sana lima penunggang kuda sudah memasuki pekarangan. Adi Sara memegang tangan ayahnya, mencium tangan orang tua itu lalu bergerak meninggalkan rumah lewat pintu belakang. Sebelum menghilang dibalik pohon-pohon besar di belakang rumah, dia masih sempat mendengar suara pintu depan ditendang bobol. Hal ini membuat langkahnya terhenti. Dia menyelinap dibalik sebatang pohon besar. Di dalam rumah, Sara Jingga, ayah Adi keluar dari kamar tepat pada saat tiga prajurit bersenjatakan golok masuk dan sampai di hadapannya.

"Kami mencari Adi Sara! Mana pemuda itu?" prajurit di sebelah depan membentak.

"Anak itu tidak ada disini! Sejak semalam dia tidak pulang!" jawab Sara Jingga.

"Jangan dusta!"

"Sarungkan golok kalian! Bicara biasa-biasa saja! Senjata tidak akan membantu kalian menemukan anak itu karena dia memang tidak ada disini."

"Kami membawa surat perintah dari Adipati Tawang Merto untuk menangkap pemuda itu!"

Terkejutlah Sara Jingga mendengar keterangan si prajurit.

"Wilayah ini dibawah kekuasaan Adipati Sawung Glingging, mengapa Adipati Tawang Merto yang mengeluarkan surat perintah penangkapan? Dan aku perlu tahu apa salah anakku hingga dia mau ditangkap."

Si prajurit mendengus. "Siapa saja yang mengeluarkan surat perintah penangkapan bukan soal! Adipati Sawung Glingging dan Adipati Tawang Merto toh akan saling menjadi besan."

Mendengar keterangan itu pahamlah kini Sara Jingga. Rupanya benar putera Adipati Tawang Merto hendak dijodohkan dengan puteri Adipati Sawung Glingging. Disitu pula pangkal sebabnya mengapa anaknya hendak ditangkap.

"Kalian boleh geledah rumah ini! Adi Sara tak ada disini! Katakan apa salah anak itu! Kalian belum menjelaskan."

"Anakmu diketahui menjadi anggota kelompok garong Warok Bekontoro! Apa perlu ditanya lagi mengapa kami datang menangkapnya?"

"Fitnah! Anakku keluar desa pun belum pernah. Bagaimana mungkin dia jadi anak buah Bekontoro!"

Si prajurit tidak menjawab. Dia memberi isyarat pada dua kawannya. Kedua orang ini lalu melakukan penggeledahan. Adi Sara tidak ditemukan. Keduanya kembali dan memberi tahu kawannya tadi.

"Kalau pemuda itu tidak ada disini, kau jadi gantinya orang tua! Kau kami tangkap!"

"Aku tidak bersalah, tidak berdosa! Jangan pergunakan kekuasaan kalian untuk berlaku semena-mena!" ujar Sara Jingga dengan suara tandas. Namun untuk ucapannya itu satu hantaman gagang golok harus diterimanya di bagian kepala. Orang tua ini menjerit kesakitan, lalu terhuyung antara sadar dan tiada. Tubuhnya kemudian di seret ke luar rumah.

Powered by Blogger.