Header Ads

Niagahoster

WS032 - Bajingan Dari Susukan

Lelaki berpakaian merah itu berlari seperti dikejar setan. Dalam kegelapan malam tubuhnya beberapa kali membentur pohon, pakaiannya robek-robek terkait duri, bahkan kulitnya penuh dengan barut luka yang menjadi perih akibat teresap keringat. Namun semua itu tidak diperdulikannya. Dia lari terus sekencang yang bisa dilakukannya walau nafasnya mulai menyesak dan lidahnya terjulur-julur seperti anjing gila. Di tangan kirinya ada kantung kain.

Serial Wiro Sableng

Sambil berlari dia berulang kali berpaling ke arah timur. Saat demi saat langit di jurusan itu tampak menjadi terang. Hal inilah yang agaknya ditakuti orang berpakaian merah itu. Sebentar-sebentar dari mulutnya terlontar kata-kata "Celaka...! Celaka diriku! Tak mungkin aku mencapai tempat itu sebelum matahari terbit! Celaka! Mati...! Aku akan mati!" Orang ini berlari terus. Berusaha lebih kencang. Namun tenaganya hampir punah. Kedua kakinya seperti diberati batu besar. Beberapa kali dia terserandung jatuh tapi bangkit kembali dan berlari lagi. Berpaling kembali ke timur, langit di sana tampak semakin terang.

"Celaka! Celaka diriku...!" Sekali lagi dia tersungkur di tanah. Kantung kain yang dibawanya terlepas. Cepat-cepat benda ini diambilnya lalu dia bangkit dan lari lagi.

Di pepohonan mulai terdengar kicau burung. Jalan mendaki yang dilaluinya mulai terang. Seperti ada semangat dan kekuatan baru dalam tubuh orang itu, dia mampu lari lebih kencang. Pondok kayu di ujung jalan yang mendaki itu, yang kelihatan di kejauhan, itulah yang seolah memberi kekuatan padanya. Akan tetapi maksudnya untuk mencapai pondok itu tidak pernah kesampaian. Ketika di timur matahari memancarkan cahayanya yang kuning kemerahan dan berangsur memutih, ketika rambasan cahaya sang surya ini menimpa tubuh orang yang berlari itu, kontan dari mulutnya terdengar suara jeritan. Sekujur tubuhnya seperti ditusuk ribuan jarum. Lalu seperti ada api yang memanggang, tubuhnya mengepulkan asap. Dia menjerit lagi, tapi masih berusaha lari. Sejarak lima belas langkah dari pondok kayu di ujung jalan mendaki, orang ini jatuh terguling. Sekali ini dia tak sanggup lagi untuk bangkit. Matanya membeliak. Kakinya melejang-lejang. Darah tampak mengucur dari telinga, hidung dan sela bibirnya.

"Pangeran...! Pangeran...tol...tolong aku...!" Orang itu memanggil di antara suara erangannya. "Pangeran...!"

Tiba-tiba pintu pondok yang sejak tadi tertutup terpentang lebar. Sesosok tubuh berpakaian serba hitam dengan gambar matahari serta gunung di bagian dada dan berikat kepala merah keluar dari dalam pondok. Sesaat dia memandang pada lelaki yang melingkar di tanah, melejang-lejang sambil tiada hentinya mengerang. Si baju hitam bertampang angkuh mendengus dingin.

"Manusia tolol!" teriaknya. "Mengapa kau kembali dalam keadaan terlambat? Melanggar pantang!"

"Pangeran...! Aduh...tubuhku! Tubuhku seperti dibakar!"

"Bangsat! Jawab pertanyaanku!" hardik si baju hitam yang jelas-jelas adalah Pangeran Matahari, pemuda berkepandaian tinggi dan memiliki kesaktian dari puncak Merapi. Yang sejak beberapa waktu lalu mengacau dan menimbulkan malapetaka, bukan saja dalam rimba persilatan, tetapi juga dalam kalangan kerajaan bahkan menembus sampai ke dalam istana. "Katakan mengapa kau datang terlambat?!"

"Mo...mohon ampunmu Pangeran. Aku tergoda nafsu. Aku bermain-main dengan seorang janda muda dan kesiangan."

"Keparat! Kau memang tidak pantas jadi Bajingan Dari Susukan!" Pangeran Matahari ulurkan kaki kanannya. Dengan jari-jari kaki dibetotnya kantong kain yang masih berada di tangan kanan lelaki di hadapannya. Kantong kain ini melayang ke udara dan cepat ditangkapnya dengan tangan kiri.

"Pangeran...tolong...!"

Pangeran Matahari tidak perdulikan erangan orang. Dia membuka kantong kain dan memeriksa isinya. Tampak beberapa potong perhiasan, beberapa bongkah perak, lalu kepingan uang logam.

"Setan! Hasilmu tidak seberapa!"

"Pangeran! Tolong...! Tubuhku seperti dipanggang..."

Pangeran Matahari menyeringai. "Nafsu sama dekatnya dengan darah dalam tubuh manusia. Nafsu menjadi sahabat manusia sejak langit dan bumi diciptakan. Tetapi dalam hal yang bersifat pantangan bila manusia sampai lupa diri, dia akan musnah!"

"Aku mohon ampunmu Pangeran. Tolong...selamatkan selembar nyawaku...!"

"Tak ada yang bisa menyelamatkanmu manusia tolol! Tidak setan tidak juga malaikat!"

Pangeran Matahari melangkah menuju pintu pondok. Di balakangnya terdengar lolong lelaki yang tubuhnya tampak mengepulkan asap dan mulai berubah kehitaman seperti kayu gosong. Dia berguling-guling di tanah.

"Pangeran! Tolong...! Hanya kau yang bisa menolongku! Tolong...!"

"Tubuhmu telah tersiram sinar matahari! Mati adalah lebih baik bagimu!" ujar Pangeran Matahari. Di depan pintu pondok dia berhenti lalu berseru. "Gajah Rimbun! Kemari kau!"

Dari dalam pondok melompat keluar seorang pemuda bermuka bulat, berkulit hitam legam, berkumis dan berjengot tipis. Sikapnya tangkas, gerakannya gesit. Dia memberi hormat pada Pangeran Matahari seraya berkata. "Saya sudah di hadapanmu Pangeran!"

"Kau lihat manusia tolol itu?"

Si muka bulat bernama Gajah Rimbun berpaling ke arah lelaki yang masih melejang-lejang di tanah, tapi lejangannya makin lama makin perlahan. Suara teriakannya minta tolong semakin sember dan hanya tinggal erangan parau.

"Saya melihatnya Pangeran," kata Gajah Rimbun.

"Apakah kau mau jadi manusia tolol seperti dia?"

"Tidak Pangeran. Saya tidak ingin."

"Kalau begitu ingat semua pesan dan pantangan. Selalu kembali kemari sebelum matahari terbit!"

"Saya akan ingat semua pesan dan pantangan, Pangeran."

"Mulai hari ini kau akan bergelar Bajingan Dari Susukan! Ingat hal itu baik-baik. Kemana pun kau pergi perkenalkan dirimu dengan julukan itu...!"

"Akan saya lakukan Pangeran!"

"Dari semua yang kupesankan untuk dilakukan, yang paling penting adalah menyelidiki di mana beradanya dua manusia bernama Wiro Sableng bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 dan seorang lagi entah lelaki entah perempuan, tapi dulu dikenal dengan nama Ni Luh Tua Dari Klungkung, muncul dengan sosok tubuh seorang nenek!"

"Saya akan menyelidiki Pangeran!"

"Jangan lupa mengeduk harta dan uang sebanyak mungkin!"

"Saya tidak lupa Pangeran."

"Kau tahu di mana harus memusatkan pekerjaan?"

"Pangeran sudah mengatakan sebelumnya. Di kotaraja dan desa-desa kaya...!"

"Bagus! Sekarang mendekatlah padaku!"

Gajah Rimbun melangkah mendekati Pangeran Marahari. Pada jarak satu langkah Pangeran Matahari angkat kedua tangannya dan letakkan di atas kedua bahu Gajah Rimbun. Pemuda ini merasakan ada hawa panas dari telapak tangan Pangeran Matahari masuk ke dalam tubuhnya lewat bahu.

"Sekarang kau boleh pergi! Ingat perintah, ingat larangan, ingat pantangan! Dalam tubuhmu ada satu kekuatan yang membuat kau mampu melakukan tugas dan mampu menghancurkan siapapun yang berani menghalangimu!"

"Saya pergi Pangeran."

"Pergilah. Bawa mayat manusia tolol itu! Lemparkan ke dalam jurang!"

"Akan saya bawa Pangeran."

Lalu Gajah Rimbun memanggul mayat hangus yang sejak tadi tergeletak di tanah dan tinggalkan tempat itu melalui jalan tanah menurun.

Powered by Blogger.