Header Ads

Niagahoster

WS020 - Hidung Belang Berkipas Sakti

Matahari bersinar terik membakar jagat. Pemuda berpakaian sederhana itu melangkah menyusuri jalan berdebu. Di hadapan sebuah pintu gerbang yang dikawal oleh dua orang prajurit bersenjatakan tombak dia berhenti. Sesaat dengan sepasang matanya yang disipitkan diperhatikannya bangunan pintu gerbang yang kokoh itu. Lalu dia berpaling pada salah seorang pengawal yang berdiri di situ.

Serial Wiro Sableng

"Apakah ini gedung kediaman Adipati Kebo Panaran?" bertanya si pemuda.

Pengawal yang ditanya tidak segera menjawab. Dia memandang penuh curiga, meneliti pemuda itu dari kepala sampai ke kaki. Segera dia tahu kalau Si pemuda adalah seorang desa yang baru saja turun ke kota.

Dengan sikap meremehkan pengawal itu menjawab.

"Betul! Kau ada keperluan apa orang desa?"

"Aku ingin bertemu adipati," jawab si pemuda.

"Ingin bertemu dengan Adipati Kebo Panaran? Heh...!" Pengawal yang satu ini berpaling pada kawannya. Lalu tertawa bergelak. "Sobat," katanya pada kawannya. "Kau dengar ucapan pemuda ini?"

Prajurit yang satu ikut-ikutan tertawa dan berkata. "Sebelum kami muak melihatmu, sebaiknya lekas pergi dari sini!"

"Tapi..., aku ingin bertemu adipati," sahut Si pemuda pula.

"Heh, memaksa rupanya. Apa maumu sebenarnya?" prajurit pertama maju selangkah sambil menggenggam tombaknya.

"Mau cari pekerjaan," jawab si pemuda tanpa ragu-ragu.

"Buset! Tak ada pekerjaan untuk manusia macammu di sini. Adipati sudah punya tukang kebun. Sudah punya penjaga kuda."

"Bukan pekerjaan macam begitu yang aku inginkan," memotong pemuda desa tadi.

"Ahai! Lalu pekerjaan macam apa yang kau inginkan? Jadi juru masak barangkali?" Sepasang mata pemuda itu semakin menyipit. Tiba-tiba dia tersenyum.

"Prajurit pengawal pintu!" kata pemuda itu dengan suara tandas. "Kau dengar baik-baik. Namaku Dipasingara. Katakan pada adipatimu bahwa aku datang untuk mencari pekerjaan!"

"Sekalipun namamu Bapak Moyang Setan aku tidak perduli. Menyingkir dari sini atau batang tombak ini akan membuat kepalamu jadi benjol besar!"

Si pemuda masih saja tersenyum mendengar ancaman itu. Malah dia menyambuti dengan ucapan, "Rupanya suasana di kota benar-benar harus memakai segala macam kekerasan. Sobat, aku minta tolong padamu agar memberi tahu adipati, kalau tidak..."

"Kalau tidak kau mau apa?" Si prajurit jadi berang.

"Aku terpaksa nyelonong sendiri masuk ke dalam gedung!"

"Pemuda desa kurang ajar! Kau betul-betul minta digebuk!"

Tombak besi di tangan pengawal pintu gerbang menyambar ke arah pemuda yang mengaku bernama Dipasingara itu. Sesaat lagi pastilah remuk atau paling tidak benjol besar kepalanya. Tapi apa yang terjadi kemudian membuat terkejut kawan prajurit yang satu ini. Hampir sama sekali tidak kelihatan bergerak, tahu-tahu pengawal yang mengemplangkan tombak telah terpental ke atas untuk kemudian jatuh bergedebuk di tanah tanpa sadarkan diri lagi. Tombak yang tadi dipakainya untuk memukul kini berpindah tangan digenggam Dipasingara.

"Bangsat rendah! Berani kau mencelakai kawanku!" teriak pengawal yang seorang lagi marah sekali. Dia melompat dan tusukkan mata tombaknya ke dada pemuda desa itu.

Dipasingara ulurkan tangan kirinya. Tahu-tahu bagian belakang mata tombak berhasil dicekalnya lalu disentakkan kuat-kuat. Tak ampun lagi pengawal yang menyerang terbetot kencang ke depan, terguling di tanah dengan muka berkelukuran. Meski dia tidak jatuh pingsan, namun luka-luka yang mengeluarkan darah memenuhi tubuhnya, sakitnya bukan kepalang. Dia terduduk di tanah tanpa bisa berbuat apa-apa selain mengerang kesakitan.

Dipasingara menimang-nimang dua batang tombak yang barusan dirampasnya. Satu demi satu tombak itu kemudian ditancapkannya di tanah tepat diantara kedua kaki prajurit kadipaten itu. Kemudian dia melangkah ke pintu gerbang. Baru saja dia menggerakkan tangan untuk membuka pintu, sebuah kereta yang dikawal oleh serombongan penunggang kuda yang rata-rata berbadan kekar berhenti di situ.

Penunggang kuda paling depan yang berkumis melintang membentak dari punggung kuda tunggangannya.

"Apa yang terjadi di sini?" Bola matanya yang besar menyorot si pemuda. Kembali dia membentak, "Siapa kowe?"

Dengan tenang pemuda itu menjawab. "Namaku Dipasingara. Aku ingin bertemu dengan Adipati Kebo Panaran, untuk maksud baik. Mau cari pekerjaan. Aku sudah minta izin dan tolong kedua pengawal ini. Tapi tanpa alasan mereka malah menurunkan tangan kasar terhadapku. Cuma sayang mereka terlalu kesusu!"

"Pemuda edan! Anak-anak tangkap pemuda ini!" teriak si kumis melintang. Rupanya dia yang jadi pimpinan.

Empat lelaki berpakaian seragam, bertubuh besar tegap melompat turun dari punggung kuda lalu serempak menyerbu Dipasingara untuk meringkusnya hidup-hidup. Namun mereka cuma bisa menangkap angin. Karena pada detik itu si pemuda telah lenyap dan tahu-tahu sudah berdiri di samping kereta. Justru saat itu pula tirai kereta disingkapkan orang dari dalam. Sebuah kepala laki-laki kemudian muncul. Di sampingnya tampak kepala seorang perempuan muda berparas cantik luar biasa.

Powered by Blogger.