Header Ads

Niagahoster

WS018 - Pendekar Pedang Akhirat

Mungkin ini adalah malam yang paling mengerikan bagi Wiro Sableng selama dia menginjakkan kaki dalam rimba persilatan Tiongkok. Segala sesuatunya gelap, hitam memekat. Hujan turun dengan lebat, angin bertiup dingin mengeluarkan suara aneh tiada hentinya. Sekali-sekali guntur menggeledek dan di kejauhan terkadang terdengar suara lolongan liar srigala hutan.

Serial Wiro Sableng

Dalam keadaan basah kuyup Wiro berusaha mencari perlindungan. Saat itu dia berada di lereng sebuah bukit gundul, sekitar 100 lie dari tembok besar.

"Hujan gila!" memaki Wiro. Dia lari terus. Dalam kepekatan itu di kejauhan dilihatnya satu bayangan hitam sebuah bangunan. Dia tak dapat memastikan bangunan apa adanya itu, namun Wiro segera menuju ke sana. Sesaat kemudian, bila dia sampai ke tempat tersebut ternyata klenteng yang sudah tidak terpakai lagi, Wiro mendekam di bawah atap klenteng yang miring. Hawa dingin baginya bukan apa-apa, tetapi perut yang kosong keroncongan betul-betul merupakan siksaan.

Sekilas kilat menyambar. Bumi sekejapan terang lalu gelap lagi. Ketika sekali lagi kilat berkiblat tiba-tiba sepasang mata Wiro yang tajam melihat sebuah batu empat persegi yang tebalnya hampir tiga jengkal, lebar dua meter dan panjang tiga meter. Batu ini menutupi hampir separuh dari bagian depan klenteng itu.

Meskipun dia tak mengerti mengapa batu itu sampai berada di tempat tersebut, dan kelihatannya di sana, semula Wiro tak mau ambil perduli. Namun ketika sekali lagi pula kilat menyambar menerangi tempat itu. Tepat di atas batu besar itu menggeletak sebuah tengkorak kepala manusia. Sepasang matanya yang merupakan dua buah lobang besar, memandang menyorot mengerikan pada Wiro, sedang mulutnya seolah-olah melontarkan seringai maut ke arah pendekar ini. Pada batu besar itu, tepat di bawah tengkorak tadi, terdapat tulisan yang agaknya dibuat dengan darah berbunyi Liang Se-thian (Liang Akhirat).

"Gila betul! Apa-apaan ini?" membatin Wiro. Meskipun bulu kuduknya agak merinding juga, namun dia melangkah maju mendekati batu besar itu.

Tangannya diulurkan menjamah tengkorak. Batok tulang kepala itu terasa dingin. Jari-jari tangan Wiro Sableng bergetar. Wiro garuk-garuk kepala dengan tangan kiri. Tangan kanannya kemudian mengangkat tengkorak tersebut. Maksudnya hendak ditelitinya. Namun mendadak sontak kelihatan dua larik sinar hijau yang busuk membersit dari sepasang rongga mata yang seram dari tengkorak, menyambar ke muka Wiro. Dari warna dan baunya sinar tersebut Wiro serta merta dapat memastikan bahwa sinar ini mengandung semacam racun yang amat jahat. Sebenarnya dengan memiliki Kapak Naga Geni 212 yang dapat memusnahkan segala macam racun itu, Wiro Sableng tak usah kuatir. Akan tetapi saking kagetnya, pemuda ini secepat kilat meloncat sambil memaki membantingkan tengkorak itu hingga hancur berkeping-keping.

Secara tak sengaja tengkorak yang dibantingkan Wiro membentur sebuah tombol kecil yang terletak di salah satu sudut batu besar. Dan belum lagi pemuda ini habis kejutnya tiba-tiba pula batu besar di hadapannya bergeser ke samping. Sebuah lobang gelap terbentang dan dari lobang ini tiba-tiba sekali melesat sesosok bayangan disertai mengumbarnya suara tertawa bekakakan yang amat dahsyat.

Angin kelebatan bayangan tadi demikian hebatnya hingga membuat Pendekar 212 Wiro Sableng terhuyung-huyung ke samping, Wiro cepat berpaling.

Sesosok tubuh yang berpakaian compang-camping kurus kering tiada beda dengan jerangkong hidup dan di bawah rambutnya yang panjang awut-awutan terdapat wajahnya yang menyeramkan macam iblis ganas. Dia masih terus mengumbar tertawanya yang seram menggetarkan itu. Sedang sepasang matanya yang cekung memandang tidak berkedip pada Pendekar 212.

Wiro Sableng tetapkan hati mengusir rasa ngeri dan berseru, "Siapa kau! Manusia apa bangsa setan pelayangan?!"

Orang yang ditanya tidak menjawab. Malah dia mendongak dan kembali menghamburkan suara tertawanya yang lantang menyeramkan. Dia tertawa sepuas-puasnya. Dan bila tawanya itu berhenti tiba-tiba dia membuka mulut.

"Tiga tahun dipendam tidak membuat aku mati! Tiga tahun disekap tidak membuat aku mampus! Tiga tahun dikubur tidak menjadikan aku modar! Betapa tingginya kekuasaan Thian!"

Wiro yang tak mengerti makna kata-kata orang aneh itu jadi garuk-garuk kepala. Siapakah adanya manusia yang ada di depannya itu, kalau dia memang manusia? Apakah dia telah terkurung atau dipendam dalam liang batu itu selama tiga tahun? Tanpa makan dan minum tapi toh bisa hidup. Hanya satu hal yang dapat dipastikan oleh Wiro yakni orang bermuka hampir seperti muka tengkorak itu memiliki ilmu yang tinggi. Ini terbukti dengan angin kelebatannya waktu keluar dari liang tadi, yang telah membuat Wiro Sableng terhuyung.

Powered by Blogger.