WS005 - Neraka Lembah Tengkorak
Hujan lebat dan kabut tebal menutupi keseluruhan Gunung Merapi mulai dari puncak hingga ke kaki. Dinginnya udara tiada terkirakan. Dari malam tadi hujan mencurah lebat dan sampai dinihari itu masih juga terus turun. Suaranya menderu menegakkan bulu roma. Halilintar bergelegaran. Kilat sabung menyabung. Dunia laksana hendak kiamat layaknya.
Untuk kesekian puluh kalinya kilat menyambar dan untuk kesekian puluh kalinya pada suasana di kaki sebelah timur Gunung Merapi menjadi terang-benderang beberapa detik lamanya. Dalam keterangan yang singkat itu maka kelihatanlah satu pemandangan yang mengerikan tetapi juga sangat aneh.
Pada sebelah timur kaki Gunung Merapi itu terdapat sebuah lembah tak bertuan yang tak pernah dijejaki kaki manusia. Tapi disaat hujan deras kabut tebal dan udara dingin luar biasa itu, di tengah-tengah lembah kelihatanlah empat sosok tubuh manusia. Keempatnya berdiri dengan tidak bergerak-gerak seakan-akan tiada mau perduli dengan buruknya cuaca saat itu. Bahkan mungkin juga tidak merasakan sama sekali suasana disaat itu.
Keempatnya menghadap ke satu arah yaitu mulut sebuah goa yang terletak sekitar sepuluh tombak di hadapan mereka. Meski kabut tebal dan hujan lebat, namun mata mereka yang berpemandangan tajam dapat melihat mulut goa itu dengan jelas.
Keempat manusia ini nyatanya adalah gadis-gadis berparas jelita rupawan. Yang pertama mengenakan pakaian ringkas warna merah darah. Yang kedua biru, yang ketiga hitam pekat dan yang terakhir berpakaian putih.
Di seluruh permukaan lembah berhamparan tulang belulang dan tengkorak-tengkorak kepala manusia yang memutih laksana salju. Keempat gadis-gadis itu sendiri berdiri di atas tumpukan tulang belulang dan tumpukan tengkorak-tengkorak kepala manusia. Dan sikap mereka berdiri itu juga sama sekali tidak acuh dan tak ambil perduli. Sepasang mata mereka masing-masing terus saja memandangi mulut goa tanpa berkedip.
Tiba-tiba dari mulut goa selarik sinar hijau menyambar ke arah keempat gadis itu. Kemudian menyusul puluhan kalajengking hijau beracun dengan japit-japit terbuka menyerang keempatnya. Satu jengkal lagi binatang-binatang pembawa maut itu mencapai sasarannya, tiba-tiba dengan serentak keempat gadis menghembus ke muka. Puluhan kalajengking hijau mental dan jatuh bergelepakan di antara tulang belulang serta tengkorak-tengkorak manusia.
Pada saat sinar hijau dari mulut goa lenyap, maka secepat kilat keempat gadis itu memasang sebuah kedok tipis ke muka masing-masing. Dan kini berubahlah muka yang cantik rupawan itu menjadi muka tengkorak yang ngeri menegakkan bulu roma.
Dan dari mulut goa melesatlah sesosok bayangan hijau. Keempat gadis muka tengkorak serentak menjura dan serentak pula berseru, "Guru!"
Manusia yang keluar dari goa ini nyatanya adalah juga seorang gadis bermuka tengkorak dan berpakaian ringkas hijau. Dia berdiri di atas setumpuk tulang belulang manusia. Sesudah menyapu keempat paras dan sosok tubuh di hadapannya, maka perempuan berpakaian hijau ini menengadah ke langit dan tertawa mengekeh panjang sekali.
"Sepuluh tahun mendidik kalian. Sepuluh tahun memendam cita-cita. Nyatanya kalian tidak mengecewakan!" Si Muka Tengkorak berpakaian hijau kembali mengekeh lama-lama. Lalu melanjutkan.
"Hari ini adalah merupakan ambang pintu ke arah mencapai cita-cita bersama. Hari ini kita berpisah. berpisah untuk kelak membangun cita-cita yaitu cita-cita besar mendirikan Partai Lembah Tengkorak yang bakal dan musti menguasai dunia persilatan. Sekarang kalian pergilah! Tapi apa kalian ingat semua pesanku?"
"Tentu guru!" jawab keempat gadis muka tengkorak berbarengan.
"Bagus! Laksanakan tugas kalian dengan baik! Nah pergilah...!"
"Guru...!" berkata gadis berpakaian merah.
"Ada sesuatu yang kau hendak tanyakan Kala Merah?"
"Murid dan saudara-saudara seperguruan sebelum pergi menghaturkan terima kasih kepada guru yang telah mendidik kami selama sepuluh tahun. Sepuluh tahun bersama guru, satu kalipun kami belum pernah melihat paras guru. Sudilah sebelum kami pergi, guru suka memperlihatkan paras guru yang asli!"
Manusia muka tengkorak berpakaian hijau tertawa gelak-gelak.
"Belum saatnya, muridku. Belum saatnya! Kelak di suatu ketika kau akan melihatnya juga. Sekarang ayo pergi, cepat!"
Keempat gadis itu menjura hormat. Sekali mereka berkelebat maka lenyaplah keempatnya dari pemandangan, lenyap dengan diiringi suara kekehan memanjang dari guru mereka, Dewi Kala Hijau.