Header Ads

Niagahoster

WS024 - Penculik Mayat Hutan Roban

Ketika perempuan tua pengurus jenazah memberitahu bahwa kain kafan siap untuk ditutupkan, Sri Surti Purwani meraung keras dan menubruk jenazah puterinya. Dipeluknya kuat-kuat seperti tak akan dilepaskan apapun yang terjadi. Orang-orang perempuan yang ada di ruangan besar itu tak dapat menahan keharuan dan ikut mengucurkan air mata. Seorang lelaki bertubuh kurus, mengenakan blangkon coklat berbunga hitam dan baju lurik hitam bergaris kuning coklat, menyeruak di antara mereka yang hadir lalu memegang bahu Surti Purwani, berusaha menariknya seraya mengucapkan kata-kata membujuk.

Serial Wiro Sableng

"Sudah bune! Cukup...! Relakan anak kita pergi. Biar arwahnya tenang di alam baka."

Setelah membujuk berulang kali dan menarik tubuh permpuan itu dengan susah payah, akhirnya lelaki tadi - Sumo Kabelan - suami Surti Purwani berhasil menjauhkan istrinya dari jenazah. Namun begitu terpisah perempuan ini langsung pingsan hingga terpaksa digotong ke kamar.

Sumo Kabelan Mengusap mukanya beberapa kali. Namun air mata tak kunjung terbendung. Sebelum kain kafan ditutup dia masih sempat mencium kedua pipi jenazah. Lalu dia tegak bersandar ke tiang besar ruangan dengan wajah yang ditutup dengan kedua tangan, menangis terisak-isak.

"Witri..., Witri...! Malang nian nasibmu. Mengapa Gusti Allah datang menjemputmu dalam usia semuda ini."

"Dimas Sumo...!" Datang suara dari samping. Yang bicara adalah seorang lelaki pendek gemuk, berkumis tebal. Dia adalah kakak Sumo Kabelan yang hari itu menerima musibah, kematian puterinya - anak tunggalnya - yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun. "Gusti Allah mengambil Witri tentu karena Dia sayang. Gusti Allah pasti tahu apa yang diperbuat-Nya. Kita dan yang lain-lainnya kelak akan berkumpul lagi di akhirat."

"Kasihan Witri. Kasihan anakku..." kata Sumo Kabelan berulang kali.

Begitu kain kafan ditutup dan diikat pada ujung kepala dan ujung kaki, beberapa orang masuk membawa usungan. Jenazah dimasukkan ke dalam usungan, ditutup dengan beberapa lapis kain batik, lalu di atas sekali kain hijau berumabi-rumbai benang kuning emas.

Seorang pemuda berkulit kuning yang sejak tadi tampak ikut mengucurkan air mata beberapa kali merapikan kain hijau penutup usungan. Dia adalah Jalatunda, pemuda yang seyogyanya menjadi calon jodoh atau calon suami Suwitri, gadis yang meninggal itu.

Tak lama kemudian jenazah di bawa ke mesjid besar untuk disembahyangkan. Selesai disembahyangkan, sebelum diberangkakan menuju pemakaman, lelaki gemuk berkumis tadi - kakak Sumo Kabelan - menyampaikan sambutan pendek, mengharap agar kedua orang tua dan sanak keluarga yang ditinggalkan bersikap tabah menghadapi musibah itu, memohon agar almarhumah dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya, lalu mendoakan agar almarhumah diberi tempat yang sebaik-baiknya di sisi Allah.

Selesai upacara pendek itu, jenazah pun diusung ke pemakaman yang terletak cukup jauh. Di depan sekali Jalatunda berjalan membawa payung besar untuk melindungi usungan dari teriknya sengatan matahari di siang itu. Selewatnya tengah hari rombongan yang terdiri hampir seratus orang itu sampai di pintu gerbang pemakaman. Seorang pengemis tua tampak duduk menjelepok dekat pintu dan menadahkan tangannya minta dikasihani. Namun tak seorang pun mengacuhkan pengemis ini. Di saat para pengantar semua berada dalam kesedihan siapa pula yang akan tergerak untuk memberi uang pada tukang minta-minta itu.

Ketika rombongan pengantar yang panjang sampai di bagian tengah, pengemis tadi ulurkan tangan menarik pakaian seorang pengantar.

"Hai, siapakah yang meninggal?" pengemis itu bertanya. Suaranya halus hampir tak terdengar. Mungkin karena keletihan duduk di bawah terik matahari, mungkin juga dikarenakan usianya yang sudah lanjut.

"Ah pengemis tua, apa perlumu bertanya. Lepaskan bajuku!" kata lelaki yang bajunya ditarik lalu menyentakkan tangan si pengemis.

"Bertanya saja tidak boleh..." sang pengemis tampak jengkel.

Seorang pengantar yang mendengar gerutuan pengemis itu walau tak acuh mau juga menjawab.

"Yang meninggal adalah anak gadis Sumo Kabelan, tuan tanah dari desa Ambarwangi."

"Ah kasihan…kasihan. Apakah dia sudah kawin?" pengemis tadi bertanya.

Yang menjawab adalah pengantar lainnya, yang terpisah tiga orang di belakang pengantar yang memberi keterangan tadi.

"Pengemis tolol! Namanya saja masih gadis. Masakan kalau sudah kawin dikatakan gadis!"

"Ah, aku memang tolol! Kasihan gadis itu..."

Pengemis itu geleng-gelengkan kepala. Perlahan-lahan dia berdiri. Sesaat dia pandangi rombongan pengantar jenazah sambil tepok-tepok pantat pakaiannya yang kotor penuh debu. Ketika kepala rombongan sampai di liang lahat yang telah disiapkan untuk jenazah, dengan langkah terserok-serok pengemis tadi mendatangi. Sambil melangkah mulutnya tiada henti mengucapkan kata-kata kasihan. Usungan diturunkan, diletakkan di tepi liang lahat. Satu demi satu kain penutup usungan dibuka. Sambil tiada hentinya melafatkan doa-doa, jenazah kemudian dikeluarkan dari usungan, diangkat oleh empat orang sementara tiga orang lainnya sudah lebih dulu masuk ke dalam kuburan, menunggu dan menyambut jenazah.

Saat itulah, ketika jenazah hendak diterimakan dari tangan empat orang ke tangan tiga orang tadi mendadak orang banyak yang berkerumun mengelilingi liang lahat terkuak, terjerongkang jatuh bahkan ada yang terpental.

"Hai! Apa-apaan ini!" teriak Sumo Kabelan hampir saja jatuh terjerambab ke dalam liang lahat.

"Pengemis itu! Gila dia rupanya!"

"Usir pengemis itu!" Terdengar teriakan-teriakan.

Orang yang roboh berjatuhan dan terpental semakin banyak. Pengemis yang tadi duduk dekat pintu makam mendesak masuk. Seorang pengantar menarik lengannya. Tapi orang ini segera roboh kena sikut. Seorang lain yang jadi marah menarik leher pakaiannya. Tapi dia pun terjerongkang kena tendangan. Setelah itu orang banyak yang menjadi marah cepat mengurung malah muali mengeroyok pengemis tersebut. Namun semuanya terpental dan berteriak kesakitan. Sebelum sesuatu dapat dilakukan, pengemis itu melompat ke muka langsung merangkul jenazah Suwitri di bagian pinggang lalu menaikkan ke bahu kirinya.

Powered by Blogger.