Header Ads

Niagahoster

Bung Karno - Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Cara yang paling mudah untuk melukiskan tentang diri Sukarno ialah dengan menamakannya seorang yang maha pencinta. Ia mencintai negerinya, ia mencintai rakyatnya, ia mencintai wanita, ia mencintai seni - dan melebihi daripada segala-galanya - ia cinta kepada dirinya sendiri.

Bung Karno - Penyambung Lidah Rakyat Indonesia

Sukarno adalah seorang manusia perasaan. Seorang pengagum. Ia menarik napas panjang apabila menyaksikan pemandangan yang indah. Jiwanya bergetar memandangi matahari terbenam di Indonesia. Ia menangis dikala menyanyikan lagu spirituil orang negro.

Orang mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia terlalu banyak memiliki darah seorang seniman. "Akan tetapi aku bersyukur kepada Yang Maha Pencipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni. Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa menjadi Pemimpin Besar Revolusi, sebagaimana 105 juta rakyat menyebutku? Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa memimpin bangsaku untuk merebut kembali kemerdekaan dan hak asasinya, setelah tiga setengah abad dibawah penjajahan Belanda? Kalau tidak demikian bagaimana aku bisa mengobarkan suatu revolusi di tahun 1945 dan menciptakan suatu negara Indonesia yang bersatu, yang terdiri dari pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda?

Irama suatu revolusi adalah menjebol dan membangun. Pembangunan menghendaki jiwa seorang arsitek. Dan di dalam jiwa arsitek terdapatlah unsur-unsur perasaan dan jiwa seni. Kepandaian memimpin suatu revolusi hanya dapat dicapai dengan mencari ilham dalam segala sesuatu yang dilihat. Dapatkah orang memperoleh ilham dalam sesuatu, bilamana ia bukan seorang manusia perasaan dan bukan manusia seni barang sedikit?

Namun tidak setiap orang setuju dengan gambaran Sukarno tentang diri Sukarno. Tidak semua orang menyadari, bahwa jalan untuk mendekatiku adalah semata-mata melalui hati yang ikhlas. Tidak semua orang menyadari, bahwa aku ini tak ubahnya seperti anak kecil. Berilah aku sebuah pisang dengan sedikit simpati yang keluar dari lubuk hatimu, tentu aku akan mencintaimu untuk selama-lamanya. Akan tetapi berilah aku seribu juta dollar dan disaat itu pula engkau tampar mukaku dihadapan umum, maka sekalipun ini nyawa tantangannya aku akan berkata kepadamu, "Persetan!"

Manusia Indonesia hidup dengan getaran perasaan. Kamilah satu-satunya bangsa di dunia yang mempunyai sejenis bantal yang dipergunakan sekedar untuk dirangkul. Di setiap tempat tidur orang Indonesia terdapat sebuah bantal sebagai kalang hulu dan sebuah lagi bantal kecil berbentuk bulat panjang yang dinamai guling. Guling ini bagi kami gunanya hanya untuk dirangkul sepanjang malam.

Aku menjadi orang yang paling menyenangkan didunia ini, apabila aku merasakan arus persahabatan, simpati terhadap persoalan-persoalanku, pengertian dan penghargaan datang menyambutku. Sekalipun ia tak diucapkan, ia dapat kurasakan. Dan sekalipun rasa tidak senang itu tidak diucapkan, aku juga dapat merasakannya. Dalam kedua hal itu aku bereaksi menurut instink. Dengan satu perkataan yang lembut, aku akan melebur. Aku bisa keras seperti baja, tapi akupun bisa sangat lunak.

Seorang diplomat tinggi Inggris masih belum menyadari, bahwa kunci menuju Sukarno akan berputar dengan mudah kalau ia diminyaki dengan perasaan kasih sayang. Dalam sebuah suratnya belum lama berselang yang ditujukan ke Downing Street 10 ia menulis, "Presiden Sukarno tidak dapat dikendalikan, tidak dapat diramalkan dan tidak dapat dikuasai. Dia seperti tikus yang terdesak.

"Suatu ucapan yang sangat bagus bagi seseorang yang telah mempersembahkan seluruh hidupnya ke pangkuan tanah airnya, orang yang 13 tahun lamanya meringkuk dalam penjara dan pembuangan, karena ia mengabdi kepada suatu cita-cita. Mungkin aku tidak sependapat dan sependirian dengan dia, tetapi seperti seekor tikus? Jantungku berhenti mendenyut ketika surat itu sampai di tanganku. Ia mengakhiri suratnya dengan mengatakan, bahwa ia telah mengusahakan agar Sukarno mendapat perlakuan yang paling buruk dalam surat-surat kabar.

"Aku tidak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat lagi tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut tengah malam, aku menelpon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, "Bandrio, datanglah ketempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, ma’afkanlah."

Aku membaca setiap malam, berpikir setiap malam dan aku sudah bangun lagi jam lima pagi. Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.

Aku bukan manusia yang tidak mempunyai kesalahan. Setiap makhluk membuat kesalahan. Di hari-hari keramat aku minta ma’af kepada rakyatku dimuka umum atas kesalahan yang kutahu telah kuperbuat, dan atas kekeliruan-kekeliruan yang tidak kusadari. Barangkali suatu kesalahanku ialah, bahwa aku selalu mengejar suatu cita-cita dan bukan persoalan-persoalan yang dingin. Aku tetap mencoba untuk menundukkan keadaan atau menciptakan lagi keadaan-keadaan, sehingga ia dapat dipakai sebagai jalan untuk mencapai apa yang sedang dikejar. Hasilnya, sekalipun aku berusaha begitu keras bagi rakyatku, aku menjadi korban dari serangan-serangan yang jahat.

Orang bertanya, "Sukarno, apakah engkau tidak merasa tersinggung bila orang mengeritikmu?" Sudah tentu aku merasa tersinggung. Aku benci dimaki orang. Bukankah aku bersifat manusia seperti juga setiap manusia lainnya? Bahkan kalau engkau melukai seorang kepala negara, ia akan lemah. Tentu aku ingin disenangi orang. Aku mempunyai ego. Itu kuakui. Tapi tak seorangpun tanpa ego dapat menyatukan 10.000 pulau-pulau menjadi satu kebangsaan. Dan aku angkuh. Siapa pula yang tidak angkuh? Bukankah setiap orang yang membaca buku ini ingin mendapat pujian?

Aku teringat akan suatu hari, ketika aku menghadapi dua buah laporan yang bertentangan tentang diriku. Kadang-kadang seorang kepala pemerintahan tidak tahu, mana yang harus dipercayainya. Yang pertama berasal dari majalah Look. Look menyatakan, bahwa rakyat Indonesia semua menentangku. Majalah ini memuat sebuah tulisan mengenai seorang tukang becak yang mengatakan seakan-akan segala sesuatu di Indonesia sangat menyedihkan keadaannya dan orang-orang kampung pun sekarang sudah muak terhadap Sukarno.

Powered by Blogger.