Header Ads

Niagahoster

WS008 - Dewi Siluman Bukit Tunggul

Wiro Sableng menghentikan jalannya di tikungan itu. Matanya memandang ke muka memperhatikan beberapa buah gerobak besar ditumpangi oleh perempuan-perempuan dan anak-anak. Gerobak-gerobak itu juga penuh dengan muatan berbagai macam perabotan rumah tangga. Belasan orang laki-laki kelihatan berjalan kaki dan membawa buntalan barang-barang. Jelaslah bahwa semua mereka itu tengah melakukan pindah besar-besaran.

Serial Wiro Sableng

"Saudara, hendak pergi ke manakah rombonganmu ini?" bertanya Wiro sewaktu seorang anggota rombongan melangkah ke jurusannya.

Orang itu memandang sebentar kepadanya dengan pandangan curiga. Demikian juga anggota rombongan yang lain.

"Kami terpaksa meninggalkan kampung, pindah ke tempat lain yang jauh dari daerah ini..."

"Kenapa pindah?"

Seorang laki-laki tua yang mengemudikan gerobak, menghentikan gerobak itu dan menjawab pertanyaan Wiro Sableng.

"Kampung kami dilanda malapetaka!"

"Malapetaka apakah?"

"Kepala kampung dan lima orang pembantunya serta istrinya digantung. Beberapa orang gadis diculik! Beberapa penduduk dibunuh..."

"Siapa yang melakukannya?" tanya Wiro Sableng.

"Siapa lagi kalau bukan kaki tangannya Dewi Siluman," menyahuti laki-laki pengemudi kereta.

Mulut Pendekar 212 tertutup rapat-rapat. Rahangnya bertonjolan. Lagi-lagi dia dihadapkan pada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orangnya Dewi Siluman.

"Kalau kami tidak meninggalkan kampung, kami semua akan dibunuh!"

Anggota rombongan yang pertama tadi bertanya. "Kau sendiri mau kemanakah, Saudara...?"

"Maksudku ke arah sana. Ke kampung kalian."

"Sebaiknya batalkan saja niatmu," menasehati orang itu. "Orang-orangnya Dewi Siluman pasti akan datang lagi ke kampung kami. Jika kau ditemui mereka di sana, tiada harapan bagimu untuk hidup lebih lama."

"Terima kasih atas nasihatmu, Saudara!" jawab Wiro. "Tapi aku tetap musti menuju kesana."

"Kau mencari mati, orang muda!" kata pengemudi gerobak. Dilecutnya punggung lembu yang menarik gerobak itu kemudian diberinya aba-aba. Rombongan itu pun bergerak kembali.

Wiro Sableng mengikuti rombongan itu dengan pandangannya sampai akhirnya mereka lenyap di kejauhan. Hatinya kasihan sekali melihat orang-orang itu, terutama laki-laki tua dan perempuan-perempuan tua serta anak-anak. Kemudian dibalikkannya badannya dan dengan cepat berlalu dari situ.

Kira-kira dua kali sepeminum teh, Wiro Sableng menemui sebuah kampung yang berada dalam keadaan porak poranda. Pastilah ini kampung rombongan yang ditemuinya di tengah jalan tadi.

Beberapa buah rumah hancur. Dua di antaranya musnah dimakan api. Empat orang laki-laki terkapar di hadapan sebuah rumah bagus sedang di langkan rumah Pendekar 212 menyaksikan enam orang tergantung berayun-ayun tiada nyawa lagi. Yang pertama adalah kepala kampung, kemudian isterinya. Selebihnya adalah pembantu-pembantu kepala kampung. Di beberapa langkan rumah lainnya, Wiro menemukan pula beberapa orang yang mengalami nasib sama seperti kepala kampung, digantung sampai mati.

Pendekar 212 menyandarkan punggungnya ke sebatang pohon dan membatin. Kesalahan apakah yang telah dibuat penduduk kampung ini sebelumnya sampai mereka dibunuh sedemikian kejamnya? Anak-anak dan perempuan-perempuan dibunuh tanpa perikemanusiaan sama sekali.

Wiro ingat pada ucapan anggota rombongan tadi. Orang-orangnya Dewi Siluman pasti akan kembali ke kampung itu. Wiro memutuskan untuk menunggu. Jika manusia-manusia jahat itu muncul, dia akan buat perhitungan dengan mereka dan sekaligus mencari keterangan di mana letak Bukit Tunggul. Manusia macam Dewi Siluman tidak layak dibiarkan hidup lebih lama. Maka Wiro pun melompat ke sebuah cabang pohon yang tinggi, duduk di situ dan memulai penungguannya.

Powered by Blogger.