Header Ads

Niagahoster

WS004 - Keris Tumbal Wilayuda

Suara beradunya berbagai macam senjata, suara bentakan garang ganas yang menggeledek di berbagai penjuru, suara pekik jerit kematian, serta suara mereka yang merintih dalam keadaan terluka parah dan menjelang meregang nyawa, semuanya menjadi satu, menimbulkan suasana maut yang menggidikkan.

Serial Wiro Sableng

Di mana-mana darah membanjir. Di mana-mana bertebaran sosok-sosok tubuh tanpa nyawa. Bau anyir darah memegapkan nafas, menggerindingkan bulu roma. Pertempuran itu berjalan terus, korban semakin banyak yang bergelimpangan, mati dalam cara berbagai rupa. Ada yang terbabat putus batang lehernya. Ada yang robek besar perutnya sampai ususnya menjela-jela. Kepala yang hampir terbelah, kepala yang pecah, dada yang tertancap tombak, dan kutungan-kutungan tangan serta kaki.

Di dalam istana keadaan lebih mengerikan lagi. Mereka yang masih setia dan berjuang mempertahnkan tahta kerajaan, yang tak mau menyerah kepada kaum pemberontak meski jumlah mereka semakin sedikit, terpaksa menemui kematian, gugur dimakan senjata lawan. Istana yang pagi tadi masih diliputi suasana ketenangan dan keindahan, kini tak beda seperti suasana dalam neraka. Mayat dn darah kelihatan di mana-mana. Pekik jerit kematian tiada kunjung henti. Perabotan istana yang serba mewah porak poranda.

Pihak yang bertahan semakin terdesak. Agaknya dalam waktu sebentar lagi mereka akan tersapu rata dengan lantai yang dulu licin berkilat tapi kini dibanjiri oleh darah.

"Wira Sidolepen dan Braja Paksi, menyerahlah!" teriak seorang laki-laki berbadan kekar dan berkumis melintang. Seperti kedua orang yang dibentaknya itu, dia pun mengenakan pakaian perwira kerajaan.

Braja Paksi - kepala balatentara Banten - menggereng dan balas membentak.

"Bangsat pemberontak! Meski nyawaku lepas dari tubuh, terhadapmu aku tak akan menyerah!"

Parit Wulung - laki-laki yang berkumis melintang itu - tertawa bergelak. Sebelumnya dia adalah perwira pembantu atau wakil kepala balatentara Banten tapi yang hari itu telah tersesat dan memberontak terhadap kerajaan.

"Mengingat hubungan kita sebagai ipar, aku masih mau tawarkan keselamatan buat roh busukmu! Tapi jika kau sendiri yang hendaki kematian, jangan menyesal!"

Parit Wulung menerjang ke muka. Pedangnya menyambar mengirimkan satu serangan yang cepat dan dahsyat. Tapi dengan sebat Braja Paksi menangkis dengan pedangnya pula.

"Trang!"

Bunga api berkilauan.

Tangan Parit Wulung tergetar hebat. Dia mundur selangkah, namun lawan menyusuli dengan dua rangkai serangan berantai yang membuat gembong pemberontak ini terdesak ke tiang besar di ujung kanan.

Sebagai kepala Balatentara Banten, maka ilmu silat dan kesaktian Braja Paksi lebih tinggi dari wakilnya yang memberontak itu. Bagaimanapun cepat dan sebatnya Parit Wulung putar pedang tetap saja dia tak bisa ke luar dari serangan-serangan lawan, apalagi ketika dengan kalap Braja Paksi sertai serangan-serangan pedangnya dengan pukulan-pukulan tangan kosong. Namun itu tak berjalan lama. Seorang berbadan kate, berselempang kain putih yang kulit mukanya sangat hitam dan berkilat serta berambut awut-awutan berkelebat ke muka. Tampangnya seperti singa.

"Parit Wulung! Biar aku yang bereskan bangsat ini!"

Melihat siapa yang berkata itu maka Parit Wulung dengan tidak menunggu lebih lama segera ke luar dari kalangan pertempuran. "Resi Singo Ireng, rnemang dia pantas sekali untuk jadi korbanmu. Cepat rampaslah nyawanya!"

Manusia muka hitam berbadan kate yang bernama Resi Singo Ireng tertawa buruk. Tangan kanannya dihantamkan ke muka. Secarik sinar putih melesat ke arah kepala balatentara Banten.

Bradja Paksi lompat tiga tombak ke atas. "Bergundal pemberontak!" makinya. "Nyawamu di ujung pedangku!"

Braja Paksi menukik ke bawah. Pedangnya berkelebat cepat sekali.

"Bret!"

Robeklah pakaian putih Singo Ireng.

Maka marahlah Resi ini. "Manusia hina dina! Kalau kau punya Tuhan berteriaklah menyebut nama Tuhanmu! Ajalmu hanya sampai di sini!"

Tangan kiri Singo Ireng terangkat tinggi-tinggi ke atas dan kini berwarna hitam legam.

"Braja Paksi, awas! Itu pukulan wesi item!" terdangar teriakan seseorang yang tengah bertempur dengan segala kehebatannya dekat pintu besar yang menuju ke ruang tengah istana. Umurnya sudah agak lanjut namun gerakannya benar-benar tangguh dan enteng gesit mengagumkan. Dia adalah Wira Sidolepen, Patih Kerajaan Banten.

Powered by Blogger.