Header Ads

Niagahoster

Candi Murca - Ken Arok, Hantu Padang Karautan

Rangkaian peristiwa yang terjadi pada suatu hari di sebuah tahun.

Anak dan ayah itu berdiri bersebelahan. Bulan menanjak semakin tinggi, akhirnya menjamah puncaknya.

"Di sana ada sesuatu yang menakutkan," bisik sang ayah. Sang anak di sebelahnya merasa penasaran.

"Sesuatu apa ayah?" balas pemuda itu.

Sang ayah yang sudah tua itu tidak bisa menjawab karena memang terlampau sulit menganggap apa yang pernah ia lihat sekian tahun yang lalu sebagai sebuah kenyataan. Lama sudah ia berusaha menganggap kejadian itu sebagai mimpi, namun tidak pernah berhasil.

Candi Murca - Ken Arok, Hantu Padang Karautan

"Dulu di malam seperti ini tepat ketika bulan sangat benderang dan bulat sempurna, candi yang luar biasa besar itu menampakkan diri. Menurutku ukuran candi itu jauh lebih besar dari candi Borobudur, mungkin dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar. Aku yang menelusuri tepi candi itu mendapatkan kenyataan betapa besarnya. Pada bulan purnama berikutnya aku hadir lagi, akan tetapi candi itu tidak menampakkan diri lagi. Agaknya candi itu hanya muncul pada purnama tertentu, bukan di semua purnama."

Ayahnya berbicara dengan bersungguh-sungguh, sementara dalam sekian tahun ini anaknya melihat setiap bulan purnama datang, ayahnya selalu menyempatkan mengintip tempat itu, dengan demikian apa yang diceritakan ayahnya itu bukan hal sepele. Hanya angan-angan ayahnya? Atau nyata?

"Sebuah candi, ayah?"

"Ya!" jawab sang ayah. "Tepatnya kalau pada siang hari di gerumbulan bambu itu. Aku telah menelitinya sepanjang hari, tetapi tak ada yang luar biasa, hanya sebuah bukit sebagaimana bukit yang lain."

Sang anak berpikir keras, yang ia dapati sesuatu yang sulit dipahami.

"Candi yang tidak tampak?" tanya sang anak. Pertanyaan itu merupakan pengulangan dari pertanyaan yang pernah ia ajukan.

Sang ayah menggeleng.

"Menurutku ia candi murca," gumam ayahnya. "Candi itu benar-benar ada namun murca. Candi itu disembunyikan di balik mantra-mantra yang oleh karenanya tidak ada yang bisa melihatnya."

Sang anak penasaran.

"Akhirnya ayah menyimpulkan seperti itu?" tanya anaknya. "Menurut ayah, kenapa candi itu harus dihilangkan dari pandang mata?"

Sang ayah diam cukup lama, untuk mencari jawaban yang paling masuk akal. "Kurasa karena ada pihak-pihak tertentu yang entah kenapa berniat menghancurkan candi itu. Oleh karena itu muncul pihak lain yang berusaha melindunginya dengan cara melenyapkan dari pandangan mata."

Sejalan dengan waktu yang bergerak, lelaki tua itu semakin tua dan semakin tua. Pun sebagaimana kodratnya, manusia tidak mungkin mengimbangi gerak sang waktu. Umur itu ada batasnya mengantarkan lelaki tua itu sampai pada tarikan napas terakhir. Ia mati dengan segumpal rasa penasaran karena tak pernah memperoleh jawaban dari rasa penasarannya.

Namun rasa penasaran itu ada pewarisnya, diwariskan, diwariskan dan diwariskan lagi. Selanjutnya tentang candi murca itu, susah dibedakan, apakah benar-benar nyata atau hanya dongeng semata.

-=oOo=-

(Rangkaian peristiwa tahun 1136 saka).

Senja membayang di kaki langit, semburat merah berombak-ombak bagai samudra marah memancarkan amarah. Mendung tebal menggantung di cakrawala belahan timur, sesekali petir muncrat disusul gemuruh geluduk yang memekakkan telinga. Angin mulai menderu pertanda badai akan tiba. Apalagi tidak jauh di arah kiri mulai tampak sebuah garis meliuk biang angin lesus yang apabila membesar sanggup mencengkeram dan melempar seekor gajah bengkak ke udara. Gemuruh ombak baginya mungkin rangkaian nada yang menggiringnya meliuk genit bagai gadis yang kasmaran.

Ombak laut selatan bergulung menghantam tebing, mengocok buih dengan suara gemuruh susul-menyusul dan tidak pernah lelah. Dua ekor ikan raksasa yang tidak diketahui apa namanya terlihat jauh di selatan, sesekali melejit ke atas dan kemudian ambyur seolah apa yang dilakukan itu adalah peringatan, bahwa dialah sang penguasa lautan. Dua ikan raksasa itu mungkin makhluk langka yang tertandai itu dari burung-burung kalangkyang yang terbang berputar-putar di udara. Untuk bisa melihat dengan jelas para burung kalangkyang itu tak perlu harus mendekat. Dari sebuah ketinggian di langit burung kalangkyang mampu melihat anak ayam yang berukuran hanya sekepalan tangan.

Akan tetapi semuanya itu tidak membuat gadis bernama Ken Rahastri mengalihkan perhatiannya.

Dengan tatapan mata tajam gadis cantik itu menebar pandang ke segala penjuru. Ken Rahastri tidak berdiri di atas tebing batu akan tetapi bertumpu pada punggung seekor penyu. Penyu berukuran besar itu diam tidak keberatan punggungnya dijadikan pijakan. Sesekali penyu raksasa itu bergeser merangkak akan tetapi Ken Rahastri tetap bertahan di punggungnya. Di sekitarnya puluhan penyu yang lain tidak merasa terusik. Di sepanjang pantai dari barat hingga mungkin membentang ke Semenanjung Sembulungan, penyu hidup dan berkembang biak tanpa terganggu.

Powered by Blogger.