Header Ads

Niagahoster

WS058 - Bahala Jubah Kencono Geni

Suara gamelan mengalun dari arah bangsal yang terletak di sebelah timur, sementara di bangsal besar yang disebut Bangsal Agung siap dilangsungkan suatu upacara besar yakni peresmian Raden Mas Ario Joko Pitolo dinyatakan sebagai putra mahkota. Meskipun penobatannya sendiri baru akan dilangsungkan beberapa tahun di muka, namun upacara peresmian dirinya sebagai putera mahkota merupakan upacara adat yang selalu dilaksanakan secara besar-besaran.

Serial Wiro Sableng

Ratusan undangan memenuhi Bangsal Agung. Mereka terdiri dari para tetamu khusus dari luar serta puluhan pejabat dan petinggi kerajaan, termasuk para tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Kiai Singgih Kanyoman berdiri dari kursi besar yang didudukinya, memandang ke arah rombongan pemain gamelan lalu mengangkat tangan kanan memberi isyarat. Serta merta suara gamelan mengalun perlahan dan akhirnya berhenti. Orang tua berusia sembilan puluh tahun ini memutar tubuhnya ke arah kanan dimana Sri Baginda duduk di atas singgasana emas. Di sebelah kiri duduk permaisuri. Di sebelah belakang di atas lantai pualam beralas permadani tebal berderet-deret duduk keluarga istana beserta sanak kerabat terdekat. Patih Jolosengoro duduk di barisan kanan bersama-sama dengan para menteri dan pejabat tinggi kerajaan lainnya. Calon putera mahkota sendiri duduk di sebuah singgasana kecil pada ujung yang berhadapan dengan singgasana Sri Baginda Raja, dikawal oleh dua orang prajurit keraton bersenjatakan tombak serta memegang tameng. Di kiri kanan duduk mengapit saudara-saudaranya baik yang kandung maupun yang sebapak dari dua istri Sri Baginda. Lalu di sebelah belakang duduk pula saudara-saudara yang berasal dari para selir Sri Baginda.

Di luar keraton, terutama di alun-alun besar yang ditumbuhi pohon-pohon beringin raksasa, meskipun tidak dapat melihat langsung upacara yang akan diadakan, namun rakyat banyak ikut berkumpul menyemut.

Kiai Singgih Kanyoman, abdi dalem tertua dengan jabatan Kanjeng Pangeran beringsut ke hadapan Sri Baginda lalu menghaturkan sembah sujud. Setelah diberi isyarat maka diapun kembali berdiri dan melangkah mundur ke tempatnya semula.

"Para hadirin sekalian...," kata Kiai Singgih Kanyoman yang dipercayai memimpin upacara kebesaran hari itu. "Kita sampai pada acara yang ditunggu-tunggu yaitu upacara peresmian Yang Mulia Raden Mas Ario Joko Pitolo dengan resmi dinyatakan sebagai putera mahkota. Sesuai adat tradisi kerajaan, sebelum seorang putera mahkota baru resmi diangkat sebagai bakal pengganti ayahandanya yaitu Sri Baginda Raja yang sekarang, maka kepadanya akan diserahkan dua buah pusaka kerajaan yang menjadi perlambang sahnya dirinya kelak dinobatkan sebagai raja. Adapun pusaka pertama ialah sebilah keris bernama Ki Pandan Anom yang pada kesempatan ini akan diserahkan dan disisipkan di pinggang kanan belakang Raden Mas Ario Joko Pitolo oleh Sri Baginda sendiri. Pusaka kedua ialah sehelai jubah sakti bernama Kencono Geni, yang dalam kesempatan ini akan dikenakan pada calon putra mahkota juga oleh Sri Baginda sendiri. Selesai keris disisipkan dan jubah dikenakan, maka akan dilanjutkan dengan pengujian keampuhan jubah sakti yang terkenal atos tak mempan api tak mempan senjata tajam."

Kiai Singgih Kanyoman tutup ucapannya dengan mengangkat tangan kanan. Gamelan kembali terdengar mengalun. Raden Mas Ario Joko Pitolo duduk tak bergerak dan terlihat tenang. Pemuda berusia enam belas tahun ini mengenakan pakaian putra mahkota lengkap dengan topi tinggi dan tampak gagah sekali.

Dari sebuah bangunan yang terletak di samping Bangsal Agung saat itu terlihat dua orang gadis remaja melangkah perlahan-lahan mengikuti alunan suara-suara gamelan. Keduanya berjalan saling berdampingan. Yang di sebelah kanan membawa nampan emas di atas mana terletak keris Ki Pandan Anom pada sehelai sapu tangan beludru berwarna hijau. Gadis kedua membawa sebuah kotak kayu berukir yang dari keadaannya menunjukkan bahwa kotak itu berusia puluhan tahun. Di dalam kotak kayu yang ditataki sapu tangan beludru merah inilah disimpan pusaka kerajaan berupa sehelai jubah yang diberi nama jubah Kencono Geni.

Adapun kedua gadis yang membawa benda-benda pusaka itu adalah puteri-puteri Sri Baginda sendiri, satu kakak dan satunya lagi adik Raden Mas Ario Joko Pitolo. Diiringi oleh gadis-gadis cilik sebanyak enam orang, kedua gadis pembawa pusaka kerajaan melangkah memasuki Bangsal Agung lalu beringsut ke hadapan putra mahkota. Bersamaan dengan itu, alunan gamelan terdengar melembut perlahan.

Kiai Singgih Kanyoman maju beringsut mendekat pada gadis yang membawa nampan emas dimana terletak keris Ki Pandan Anom. Dengan sikap khidmat abdi dalem ini merapatkan kedua telapak tangannya melakukan sembah lalu dengan sangat hati-hati dia mengulurkan kedua tangan untuk menyentuh dan mengangkat senjata pusaka itu. Keris Ki Pandan Anom di dekatkan ke hidungnya seolah hendak menciumnya. Pada saat itulah suara gamelan terdengar mengeras dan Sri Baginda beserta permaisuri bangkit berdiri dari singgasana lalu melangkah ke arah tempat dimana Kiai Singgih Kanyoman duduk bersimpuh. Begitu Sri Baginda berada di hadapannya, Kiai Singgih melakukan sikap berlutut sambil mengangkat Ki Pandan Anom tinggi-tinggi. Sri Baginda mengambil senjata pusaka itu. Raden Mas Ario Joko Pitolo berdiri. Lalu Sri Baginda mendekati puteranya ini dan menyelipkan keris Ki Pandan Anom di pinggang belakang sebelah kanan sang putra.

Suara gamelan sesaat terdengar meninggi lalu kembali perlahan. Kiai Singgih Kanyoman kini beringsut ke arah gadis yang memegang kotak kayu. Dengan sangat khidmat dia membuka kotak itu. Dari dalam mana dia kemudian mengeluarkan sebuah jubah terbuat dari kain sutra merah berlapis kain beludru juga berwarna merah, dihias umbai-umbai benang berwarna kuning emas pada sepanjang tepinya.

Powered by Blogger.