WS045 - Manusia Halilintar
Hujan turun deras, halilintar menyambar ganas dan guntur menggelegar menggoncang bumi. Dalam keadaan seperti itu, Kebo Hijo terus melakukan pengejaran atas diri orang yang lari di depannya. Tubuhnya dan pakaiannya bukan saja telah basah kuyup oleh air hujan, tapi juga oleh cucuran keringatnya sendiri.
"Raih Jenar keparat!" memaki Kebo Hijo seraya kepalkan tangan kanannya. "Kowe boleh lari ke ujung dunia. Boleh terbang menembus langit, atau mencebur ke dalam laut. Tapi jangan harap kau bisa lolos! Sebentar lagi akan kubekuk dan kupatahkan batang lehermu! Awas kalau kotak hitam itu tidak kau serahkan padaku!"
Orang yang dikejar larinya sebat sekali tanda memiliki ilmu yang cukup andal. Namun Kebo Hijo sendiri juga memiliki kepandaian. Dalam waktu singkat dia pasti dapat mengejar orang di depannya itu.
Raih Jenar lari seperti setan. Sesekali dia menoleh ke belakang dan orang ini memaki habis-habisan. Setiap kali melihat pengejarnya tambah dekat. Tangan kirinya menekan ke pinggang di mana tersembunyi sebuah kotak hitam terbuat dari batu. Tangan kanannya setiap saat meraba ke bagian lain dan pinggang tempat dia menyisipkan sebilah keris.
"Berani kau mendekat, kukoyak tubuhmu!" mengancam Raih Jenar dalam hati.
Hujan tambah lebat. Kejar mengejar itu semakin seru. Raih Jenar lari ke daerah persawahan di kaki bukit. Sepasang kakinya laksana terbang berlari di atas pematang sawah yang licin. Tiba-tiba untuk kesekian kalinya halilintar menyambar. Sekejapan daerah persawahan itu terang benderang menggidikkan. Kilauan kilat yang menyambar dari langit menghujam ke bumi jatuh tepat di persawahan dan menghantam sosok tubuh Raih Jenar yang sedang lari. Suara jeritan orang ini tenggelam ditelan suara gelegar geledek. Tubuhnya terkapar di pematang sawah, hangus gosong kehitaman. Kebo Hijo yang berada lima belas langkah di belakang Raih Jenar yang malang itu merasakan ada getaran keras ketika kilat menyambar. Tubuhnya terpental oleh dorongan satu kekuatan dahsyat. Dadanya mendenyut sakit. Dalam keadaan terduduk di pematang sawah, untuk beberapa lama dia tak mampu berbuat apa-apa. Wajahnya pucat dan sepasang matanya melotot memandang ke arah sosok tubuh Raih Jenar.
"Matikah si keparat itu?" Kebo Hijo bertanya pada diri sendiri. Lalu dia ingat pada kotak batu itu. Seolah-olah mendapat satu kekuatan, Kebo Hijo mampu bangkit dan melangkah bergegas mendekati tubuh Raih Jenar yang telah jadi mayat hangus hitam. Air hujan yang jatuh menimpa tubuh seperti dipanggang dan melepuh panas itu menimbulkan kepulan asap menebar bau daging matang terbakar. Merinding bulu tengkuk Kebo Hijo. Dia menunggu sampai kepulan asap lenyap dari tubuh mayat. Kemudian dengan ujung kakinya dibalikkannya tubuh Raih Jenar hingga terlentang. Muka mayat itu menggidikkan untuk dilihat. Pada bagian pinggang Raih Jenar tampak sebilah keris yang kini hanya merupakan sebuah benda bengkok leleh akibat hantaman halilintar. Kebo Hijo mencari-cari. Dia tidak melihat benda yang dicarinya itu.
"Celaka! Jangan-jangan kotak dan isinya ikut leleh!" Memikir sampai disitu cepat-cepat Kebo Hijo membungkuk dan memeriksa tubuh Raih Jenar.
Benda yang dicarinya ternyata masih terselip di pinggang kirinya. Cepat Kebo Hijo ulurkan tangan untuk mengambil benda itu yakni sebuah kotak terbuat dari batu berwarna hitam. Tapi begitu jarinya menyentuh batu hitam, Kebo Hijo tersentak menjerit dan tarik tangan kanannya. Ketika diperhatikan ternyata beberapa jari tangannya yang tadi sempat menyentuh batu hitam yang masih sangat panas itu kini tampak melepuh. Kebo Hijo buka belangkonnya. Dengan benda itu dia menciduk air sawah. Air dalam blangkon kemudian diguyurkannya ke atas batu hitam. Batu yang panas itu tampak mengepulkan asap. Setelah melakukan hal itu beberapa kali dan batu hitam menjadi dingin baru Kebo Hijo mengambil batu itu.
"Bukan main!" menggumam kagum Kebo Hijo. "Keris yang terbuat dari besi pilihan saja leleh. Tapi kotak batu ini rusak sajapun tidak." Dia memandang berkeliling. Di sebelah timur, beberapa belasan tombak tampak sebuah dangau. Kebo Hijo segera lari menuju dangau itu. Begitu sampai di dangau kotak batu ditelitinya. Pada bagian samping kotak terdapat celah tipis memanjang. Itulah batasan antara bagian bawah dan bagian atas yang menjadi penutup kotak batu. Dengan tangan gemetar Kebo Hijo membuka penutup kotak. Sulit dan keras hingga Kebo Hijo harus mengerahkan tenaga. Ketika akhirnya kotak itu terbuka, di dalamnya tampak sehelai kain putih. Dengan tangan gemetar dia mengambil kain putih itu dan membuka lipatannya. Di atas kain putih itu ternyata ada sederetan tulisan dalam huruf kuno yang dapat dimengerti dan dibaca oleh Kebo Hijo.