Header Ads

Niagahoster

WS044 - Topeng Buat Wiro Sableng

Kuda coklat yang ditunggangi gadis jelita berpakaian biru tiba-tiba meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si gadis cepat rangkul leher binatang itu dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengusap-usap tengkuknya.

Serial Wiro Sableng

"Tenang Guci..., tenang! Tak ada yang perlu ditakutkan!" berkata si gadis.

"Tak ada binatang buas di hutan ini. Tak ada binatang berbisa di rimba belantara ini. Ayo jalan lagi! Kita..."

Baru saja si gadis berucap begitu, tiba-tiba terdengar suara bergemerisik di atas pohon di samping kirinya. Bersamaan dengan itu terdengar suara tawa bergelak, disusul suara bentakan keras lantang.

"Di rimba ini memang tak ada binatang buas! Tak ada binatang berbisa! Yang ada aku!"

Dua sosok tubuh melayang turun dari atas pohon besar. Begitu menjejak tanah langsung berkacak pinggang sambil menatap tajam pada sang dara yang berada di atas kuda. Orang di sebelah kanan memiliki tubuh ramping tinggi, berkulit hitam gelap, memelihata kumis melintang dan cambang bawuk. Pada kedua lengannya terdapat gelang bahar hitam besar. Pada lehernya tergantung kalung yang juga terbuat dari akar bahar berwarna hitam. Lelaki kedua lebih pendek, beralis tebal, mukanya cekung, kulitnya juga sangat hitam. Kedua orang ini sama mengenakan pakaian kuning dengan ikat pinggang besar berwarna merah darah.

Walau jelas dari tampang dan gerak-gerik menyatakan mereka bukan orang baik-baik, apalagi menghadang seperti itu, tetapi gadis di atas kuda sama sekali tidak menunjukkan wajah cemas ataupun takut. Setelah menatap dengan pandangan dingin, dia lalu menegur, "Huh! Kalian ini siapa?"

"Adikku! Orang sudah bertanya, lekas jelaskan siapa adanya kita!" si tinggi ramping berkumis dan bercambang bawuk di sebelah kanan berkata.

Yang dipanggil adik tersenyum lebar. Kedip-kedipkan matanya pada sang dara lalu membuka mulut, "Kami adalah penguasa rimba belantara ini."

"Hebat!" sang dara berseru seperti memuji tapi pandangan kedua matanya tetap dingin dan mimiknya menunjukkan betapa dia memandang rendah pada kedua orang itu.

"Syuuuukkuuuurrr kalau di situ tahu kami hebat! Terima kasih atas pujianmu, Mirasani!"

"Eh! Bagaimana kau bisa tahu namaku?" Jelas nada suara sang dara menunjukkan rasa terkejut. Tapi wajahnya tetap saja tidak mengalami peubahan.

"Siapa yang tidak tahu Mirasani. Gadis maha cantik di kawasan ini. Memilih..."

"Sudah! Lekas katakan apa mau kalian!" sang dara memotong ucapan orang dengan bentakan.

"Sabar...sabar Mira. Apa mau kami pasti akan kami jelaskan. Hanya aku belum selesai dengan penjelasan tentang diri kami berdua," menyahut si muka cekung.

"Kami dikenal dengan julukan Sepasang Malaikat Kuning."

"Apa? Sepasang Malaikat Kuning?" seru sang dara lalu dia tertawa gelak-gelak. "Aku sih memang belum pernah melihat wajahnya malaikat. Tapi aku yakin betul tampang-tampang malaikat tidak seperi muka kalian! Ha...ha...ha...! Malaikat Kuning? Apa kalian yang kuning? Baju? Ya itu betul! Kurasa gigi kalian juga kuning, hah?!"

Dua orang di depan sang dara tampak kernyitkan kening lalu ikut-ikutan tertawa gelak-gelak. Si cekung mengangkat tangannya. Lalu pegang bahu si tinggi ramping di sampingnya seraya berkata, "Ini kakakku. Namanya Tumapel Kuning. Dan yang ini..." si muka cekung tudingkan ibu jari tangan kirinya ke dadanya sendiri, "Adalah Kunapel Kuning! Dan perlu kujelaskan aku adalah calon suamimu!"

Untuk pertama kalinya terlihat wajah si gadis berubah, tapi hanya sekilas. Pandangannya kembali dingin. "Jadi itu rupanya maksud kalian menghadangku! Ketika bulan tujuh diadakan perlombaan mencari jodoh mengapa kau tidak muncul?"

Kunapel Kuning manggut-manggut. "Waktu itu kami ada keperluan penting. Lagi pula aku bukan bangsa pemuda-pemuda tolol yang mau direndahkan dengan segala macam perlombaan konyol itu."

"Karena itu kau sengaja menghadangku di sini?!"

"Tepat sekali, Mira...!"

"Jangan sebut namaku! Kau tidak pantas jadi suamiku!" bentak Mirasani.

"Hai!" Kunapel Kuning melengak sementara Tumapel hanya sunggingkan seringai. "Tampangku tidak jelek. Lihat! Alis mataku saja tebal! Kata orang laki-laki beralis tebal dapat menyenangi istri di atas ranjang! Ha...ha...ha...!"

"Di mataku kau tak lebih dari seekor kambing bodoh! Pergilah! Kau tidak layak jadi suamiku! Banyak pemuda yang jauh lebih keren darimu dan semua tidak kupandang sebelah mata!"

"Bisa jadi! Tapi kau belum tahu bagaimana bahagianya kalau bermesraan dengan diriku. Jangan bandingkan aku dengan pemuda-pemuda tolol itu Mira!"

"Mungkin kau pandai merayu perempuan."

"Nah...nah...! Kalau kau sudah tahu."

"Tapi ingat! Calon suami yang aku inginkan bukan yang punya tampang gagah atau pandai merayu. Aku hanya akan memandang kemampuannya dalam ilmu bela diri! Dan mataku melhat kau tidak memiliki kemampuan itu Katapel!"

"Sialan! Nama adikku Kunapel! Bukan Katapel!" membentak Tumapel Kuning.

"Kunapel atau Katapel sama saja! Sama jelek sama tololnya!" jawab Mirasani.

"Kau belum tahu siapa adikku. Selama tiga tahun terkahir sejak dia ikut bersamaku tak seorang lawan pun sanggup menjatuhkannya. Kalau kau berusaha menghindar berarti kau menyalahi sumpah yang selama ini kau gembar-gemborkan."

"Terus terang sebetulnya aku memberi kesempatan pada adikmu untuk tidak berlaku sembrono dan mampu mengukur diri sendiri. Tapi kalau dia memang mau dibikin babak belur, kedua tanganku inipun memang sudah gatal sejak tadi," jawab Mirasani.

"Kalau adikku sanggup menjatuhkanmu, kau tak akan mengingkari sumpah dan kawin dengannya?" tanya Tumapel Kuning.

"Itu sumpahku dan itu yang harus kupenuhi!" jawab Mirasani pula.

"Kalau begitu kau turunlah dari kudamu! Biar cepat urusan ini diselesaikan dan kita bisa duduk di pelaminan," kata Kunapel Kuning pula sambil tertawa lebar.

Powered by Blogger.